Senin, 21 April 2014

Teatrikalisasi Puisi Bagian 1

Oke, sebagai pembuka post kali ini, aku ingin memberitakan jika aku sudah menyatu kembali dengan jiwaku yang entah kenapa keluar tanpa permisi itu. Jadi, ceritanya aku memaksanya masuk kembali ke tubuhku melalui lubang hidung dan menyegelnya agar tak mampu berkeliaran lagi. Dan kupikir tak penting aku membicarakannya panjang lebar. Kita langsung saja ke topik.

Sebagai seorang mahasiswa jurusan Sastra Indonesia dan calon penyair, sastrawan, juga penulis novel terkenal (mohon buat yang baca di-Aamiin-kan), duniaku berada di antara dunia sastra. Di jurusanku ini, aku mempelajari segala macam tetek-bengek tentang sastra. Mulai dari teorinya, sejarah, apresiasi, kritik, menulis, membaca, menghafal, memahami, dan banyak lagi. Yang tidak diajari hanyalah melupakan, iya melupakan kamu tidak pernah diajari di dunia pendidikan.

Baru-baru ini aku melakukan salah satu aktivitas sastra.
Aku baru saja bermain teatrikalisasi puisi. Bukan kali ini saja aku bermain teater. Aku sudah melakukannya beberapa kali sebelum ini. Namun untuk yang kali ini terasa sangat istimewa karena aku mewakili kelasku dalam lomba Teatrikalisasi Puisi. Lomba ini hanya bagi kelas-kelas jurusan sastra Indonesia. Kelas lain yang bukan sastra Indonesia tidak disebut di lomba ini. Bahkan ada jurusan perikanan ingin disebut, namun panitia mengatakan, "Maaf, mas, ini bukan mancing mania."

Di lomba ini, kelasku membawakan puisi karya penyair tersohor Indonesia, Taufik Ismail, yang berjudul Ketika Burung Merpati Sore Melayang. Karena lomba ini memang salah satu program Pekan Pujangga yang pada malam puncaknya menghadirkan sang penyair Taufik Ismail di Malam Pujangga. Lalu kenapa judul puisi itu kami pilih? Karena... karena... karena....Karena judulnya bagus, ada burung merpatinya... #Alasanyangsungguhmasukdiakal

Pada prosesnya, pemilihan judul ini dilakukan seminggu sebelum eksekusi di atas panggung. Setelah konsep ketemu dan eksekusi tinggal dua hari, kami merubah konsep. Ini semacam sudah PDKT berminggu-minggu dan baru sadar ternyata PDKT sama orang yang salah: PDKT sama anak pembantunya dari pihak ibu yang sudah cerai dari nikah siri.

Dan syukurlah, semua berjalan lancar aman jaya meski berubah konsep. Lalu berlanjut pada perihal kostum dan properti. Ini dia...

Diceritakan ada seorang laki-laki hanya bercelana saja, seorang wanita yang mengenakan pakaian serba putih, dan tiga setan pengganggu. Entah kenapa ketiga setan ini menyebut mereka dengan 'Tiga Anak Hina'. Apa mereka semacam hasil perkawinan di luar nikah dalam dunia setan? Entahlah...

Dalam adegannya, ketiga setan ini mengganggu si laki-laki yang kuperankan. Pada akhirnya, tubuhku dilumuri cairan berwarna merah layaknya darah. Masalahnya ada pada cairan yang digunakan itu, kawan. Cairan yang digunakan adalah cat tembok! Memangnya aku ini tembok usang yang sudah dipenuhi lumut?

Semalam sebelumnya terjadi adegan dalam memutuskan cairan apa yang digunakan.

"Bagaimana, Rip, mau tidak menggunakan cat tembok?" tanya seorang temanku.

"Eee.." jawabku panjang.

"Ah, pasti mau."

"Memangnya tidak ada cat astro?" tanyaku.

"Tidak ada. Hanya ini yang ada."

"Baiklah, totalitas." aku berkata lirih.

Hening selama beberapa saat. Lalu aku melanjukan kata-kataku, "sekalian saja besok kalian bawa kain kafan dan keranda."

Aku memikirkan, bagaimana jadinya jika aku dimandikan dengan cat. Aku tak pernah merasakan mandi cat. Yang pernah kualami mandi di comberan.
Kira-kira seperti ini. Tapi ini bukan saya.
Paginya, aku mendapat kabar jika ada cat astro warna merah yang menyerupai darah. Aku senang bukan kepalang. Aku terbebas dari cat tembok. Aku terbebas. Aku merdeka!

Hingga adegan pun dimulai.

*skip* *lansung adegan dilumuri cat*
Persis kayak darah...


Waktu dilumuri cat, hidungku menangkap bau tak asing. Ini bukan bau cat astro. Ini bau cat tembok... Belakangan aku tahu ternyata teman-temanku bersekongkol 'mengeksekusiku'.

"Kok bau catnya kayak bau cat tembok ya?" tanyaku setelah penampilan.

"Memang itu cat tembk yang semalam." jawab temanku kalem.

"Jadi?"

"Iya, jadi tadi si aku bilang, 'jangan bilang-bilang sama Arip kalo ini cat tembok'. Gitu."

"Pantesan rada harum bunga sedap malam..."

Selepas penampilan, tak lupa kami mengabadikan momen ini. Saat kami melintasi depan gedung kampus, kami bertemu dengan tiga gadis yang menutup matanya, berjalan menunduk, sambil nyebut, "astaghfirullah... astaghfirullah setan... astaghfirullah.." lalu mereka lari terbirit-birit menuju masjid dan melakukan solat tahajjud minta pertolongan.

Baik, mari share foto-fotonya.
Ini formasi lengkap
Buronan setelah dieksekusi
Tiga Setan (baca: Tiga Anak Hina)
Pemain musiknya ini
Malaikat sama tukang make up
Yang ini bareng kru

Setelah foto-foto, semua pemain langsung saja membersihkan diri mereka kecuali.... aku. Aku masih bingung bagaimana caranya membersihkan cat di tubuhku ini. Setelah menerima saran dari teman-teman dan meyakinkan diri, aku mandi di toilet kampus. Saat aku mulai mengguyurkan air suci, noda-noda merah mulai berguguran. Lantai pun menjadi merah. Aku merasa seperti anak SMA yang melahirkan di toilet sekolah...

Pengumuman pemenangnya dilakukan selepas shalat Jumat, karena lomba ini memang dilaksanakan saat hari jumat. Untungnya cat tombok mudah sekali dibersihkan dengan air bersih. Jadi aku bisa menghadiri pengumuman pemenang lomba dengan wajah gantengku.

Sesaat sebelum pengumuman, dewan juri masih memberikan ceramah dan masukan. Sementara orang-orang sudah tak sabar menanti pengumumannya. Jantungku sendiri berdetak kencang sekali. Hingga akhirnya dewan juri insyaf dan khawatir akan keselamatan mereka, mereka akhirnya mengumumkan pemenang lomba.

Dimulai dari juara ketiga. Bukan kelasku yang menang.

Juara kedua. Bukan kelasku yang menang.

Juara ketiga. Bukan kelasku lagi yang menang.

Juara keempat. Dewan juri di dor sama penonton.

Oke, fokus.

Akhirnya pengumuman juara pertama. Semua orang terdiam. Jantung dari setiap penonton terdengar keras di seluruh ruangan. Begitu pun dengan jantungku. Aku sampai khawatir karena detak jantungku yang begitu kencang menghentak dada, dadaku akan membesar dan aku menjadi seorang wanita.

Dan akhirnya, juara pertama adalah........... OFFERING E ANGKATAN 2012!!

Aku luar biasa bahagia saat itu. Kupeluk temanku yang berada di sampingku. Setalah adegan peluk-memeluk, aku pun maju untuk menerima penghargaan.
Proses penyerahan penghargaan

Bersama panitia sekaligus anggota kelas
Berkat kemenangan ini, kami berhak tampil di Malam Pujangga 2014. Artinya kami akan memainkan teatrikalisasi puisi di hadapan bapak Taufik Ismail, membawakan puisi beliau.

Hal yang aku dapatkan dari ini adalah, bahwa saat kita berkarya, kita akan menghasilkan sesuatu. Keikhlasan dalam berkarya, yang meliputi usaha dan doa, akan mendapatkan hasil yang sepadan. Kita hanya perlu menjalani prosesnya. Saat sesuatu yang lain dan membahagiakan mengikuti di balik karya kita, itu merupakan bonus dari kesungguhan kita dalam berkarya.

Mari yang ingin melihat penampilan kami, ini videonya:

Video 1

 Video 2


Nah, sampai bertemu di Teatrikalisasi Puisi Bagian 2.


2 komentar:

  1. Mantab banget wes awak mu rip

    BalasHapus
  2. owh...aku tau sekarang malaikat putih itu yang mana,hahaha

    BalasHapus