Senin, 21 Maret 2016

Perjuangan Seminar Proposal

Aku menyukai lagu-lagu Bang Haji Rhoma Irama. Aku banyak hafal lagu-lagu Bang Haji. Selain karena aku orang Madura yang notabenenya menyukai lagu dangdut, lagu-lagu Bang Haji banyak menginspirasi ummat manusia. Seperti lagu Begadang, Istri Solehah, Kawula Muda, Kawula Tua, Kaulah Pujaanku, Kaulah Cintaku, Kau lah Segalanya, Sayang kau sudah jadi milik orang.... #padaakhirnyaalaujuga

Tetapi memang benar, dengan lagu-lagunya, Bang Haji banyak menginspirasi ummat manusia. Khususnya, manusia Indonesia, karena lagu-lagunya berbahasa Indonesia. Kalau pun ada orang luar negeri yang paham lagunya, itu sungguh luar biasa—dengan catatan tanpa ada penerjemah. Coba kalian bayangkan, orang Afrika yang mendengarkan lagu Bang Haji lalu ia mengatakan kalau ia sangat terispirasi dengan lagu Bang Haji, bukankah itu hal aneh. Kemungkinannya begini; mereka terispirasi dengan suara gendang yang dapat membuat tubuh bergoyang dengan sendirinya, dan mereka akan menggunakannya sebagai ritual upacara adat di Afrika. Jadi, di Afrika akan ada riual upacara adat yang menggunakan lagu Bang Haji, dan mereka goyang-goyang gitu... Waw.

Oke, cukup mengerikan sebenarnya membayangkan apa yang aku tulis di atas. Tidak usah dibahas lagi.

Salah satu lagu Bang Haji yang sangat menginsiprasiku adalah lagu dengan judul Perjuangan dan Doa. Maka dari itu, marilah kita bersama-sama mendengarkan lagu Bang Haji yang berjudul Perjuangan dan Doa.


Lagu ini memberi tahu kepada manusia, untuk mencapai sesuatu, atau apa yang kita inginkan, manusia harus berjuang lebih dulu. Dan dalam perjuangannya juga harus disertai doa. Karena, kata Bang Haji, doa tanpa perjuangan itu omong kosong, dan perjuangan tanpa doa itu sombong. Hmm... *merenung*

Aku mengaplikasikannya. Aku jadikan kata-kata Bang Haji dalam lirik lagu itu sebagai pegangan. Ya, saat ini aku sedang berjuang, aku sedang mengejar sesuatu yang kuinginkan. Apa itu? Skripsi. Sekali lagi, SKRIPSI. S K R I P S I. *sejujurnya aku menahan diri untuk tidak membanting laptopku saat menulis satu kata benda yang sangat kurang ajar ini*

Skripsi; satu kata, tapi banyak jiwa telah melayang karenanya. Banyak nyawa manusia melayang karenanya. Di antaranya, mahasiswa VS dosen pembimbing yang sudah menjadi el clasico—pertarungan klasik—seperti Real Madrid VS Barcelona; Dosen pembimbing VS orang tua mahasiswa; mahasiswa VS mahasiswa—ini karena mereka berebut data, atau judul, atau pacar. Pertumpahan darah terjadi di mana-mana. Densus 88 bekerja sangat keras untuk meminimalisir terjadinya baku tembak. Dan banyak lagi suasana mencekam, karena skripsi. Tetapi serius, aku tidak bercanda, sudah banyak nyawa melayang karena satu kata kurang ajar itu. Kalau tidak bercaya, ini bukti-bukti beritanya.




Dan memang benar, skripsi memang mematikan, karena di dalamnya ada sk-RIP-si. Seluruh mahasiswa nusantara, aku yakin seyakin-yakinnya, sangat berharap keberadaan skripsi di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan. Namun, tampaknya hal itu akan terjadi jika aku yang menjadi presiden republik ini. Karena aku tahu, dalam SKrIPsi ada SKIP. Lewati. Tak perlu. Aku akan memperjuangkan hak-hak mahasiswa yang membanting daging, banting perut, dan banting darah. Mereka patut dilindungi. Nyawa mahasiswa sama mahalnya dengan nyawa DPR. Hidup Mahasiswa! Aku akan memperjuangkan keadilan. Jika skRIPsi bisa membuat mahasiswa tewas, seharusnya SKrIPsi juga bisa di-skip saja. Maka dari itu, dukung aku menjadi presiden republik ini!

Kembali lagi. 

Ya, saat ini aku sedang mengerjakan skripsi, yang sungguh membuatku nyaris frustasi karenanya. Banyak hal yang harus kulakukan hanya untuk mendapatkan gelar sarjana. Pengajuan judul, kemudian revisi, kemudian pengajuan judul lagi, kemudian revisi lagi, kemudian pengajuan lagi, kemudian revisi lagi, kemudian aku bunuh diri, melompat dari gedung lantai satu, dan karena lantai satu, aku tidak jadi mati. 

Sekali lagi, kukatakan, banyak hal yang harus kulakukan untuk menyelesaikan kripsi. Banyak tahapnya. Dan tahapnya itu—bukan hanya menurutku, tetapi kata teman-temanku—sangat memuakkan. Ini tahap-tahapnya jika kalian ingin tahu, jalan panjang bagiku untuk mendapatkan gelar sarjana:


Ada tujuh tahap. Sekali lagi, 7 tahap. Di sana memang tidak ada angka tujuh. Justru angka 6 muncul dua kali. Mungkin orang yang menulis sedang tidak sadar atau semacamnya. Tetapi yang perlu kalian ketahui, dalam tiap tahap terdapat banyak rintangan yang menguras energi hingga pertaruhan nyawa. Bisa kalian bayangkan betapa beratnya perjuangan kami?

Ada satu masa di mana aku akan bimbingan terakhir sebelum aku daftar seminar proposal. Saat itu, aku yakin sekali akan di-ACC oleh dosen pembimbingku. Aku sudah sangat percaya diri. Aku telah mengorbankan hidup dengan menggarap dan mengurangi waktu tidurku. Kalian tahu, saat itu aku telah mencari dosen pembimbingku selama tida hari. Dan pada hari ketiga, hari di mana aku nyaris frustasi sebab dosen pembimbingku tidak bisa ditemui juga, sementara aku dalam keadaan lelah yang amat sangat karena kurang tidur, akhrinya aku bertemu dengan dosen pembimbingku. Aku bimbingan. Aku berniat meminta restu untuk seminar proposal (sempro). Nyatanya, apa yang terjadi? Aku diperintahkan untuk mengganti teori LAGI. Sementara aku sudah tidak memiliki banyak waktu lagi untuk menyelesaikan skripsi. Artinya, deadline sidang skripsi sebegai kelulusan semakin dekat.

Adegannya begini:

Aku menyerahkan berkas proposalku. Beliau melihat rumusan masalah. Kemudian, dengan tenangnya, beliau berkata, "Oh, objekmu koran ya? Berarti kajianmu bukan pragmatik, tapi analisis teks,"

Saat itu, aku bagai dihantam petir, eee... maksudku, aku bagai disambar petir dan tubuhku hangus. Saat itu, dalam hati, aku hanya bisa mengucapkan mantra, "mati aku...mati aku..mati aku..mati aku..mati aku.. mati aku..." dengan tatapan menerawang, kepala memutar, dan dosen pembimbingku mulai curiga jika aku sedang kerasukan.

Aku keluar dari ruang dosen dengan pikiran panik, kacau balau, dan apapun itu istilahnya. Mentalku langsung hancur, porak-poranda. Semangat dan rasa percaya diriku yang sebelumnya meluap-luap telah dihempas badai. Pikiranku mulai dihinggapi segala macam pikiran negatif. Memang selalu begitu, ketika hasil tidak sesuai dengan keinginan, akan ada lebih banyak perasaan negatif, alasan, dan opini. Itu adalah masa-masa terberat saat aku mengejar seminar proposal. Kalian tahu, ketika semangat kita telah redup dan mental kita hancur, sulit bagi kita melakukannya sendiri memulihkan segalanya. Pada masa-masa seperti ini, keberadaan orang lain sangat penting. Mereka akan menguatkan kita, menyalakan lagi semangat kita, membangun lagi mental kita. Dan untungnya, aku memiliki orang yang seperti itu. Aku sungguh sangat berterima kasih kepadanya. Karena keberadaannya, kondisi psikisku menjadi lebih tenang.

Selain itu, Kaum Puyenk, ketika aku sedang berjuang kemudian aku mendapatkan kegagalan, aku menenangkan diri dengan mendengarkan lagu-lagu. Bukan hanya lagu-lagu Bang Haji. Ada satu lagu yang membuat membakar lagi semangatku. Lagu milik 8 Ball yang judulnya Lanjutkanlah. Lagu yang luar biasa. Ini dia lagunya:


Aku sungguh ingin sekali mengupas isi dari setiap liriknya. Tapi pasti akan menjadi tulisan yang sangat panjang sekali. Jadi, aku hanya ingin mengatakan inti dari lagu itu: Apapun yang ingin kita capai, sesering apapun kita gagal, lanjutkan usaha kita! Cari letak kesalahannya, kemudian perbaiki. Karena bukan orang lain yang membenahi cita-cita kita. Apapun yang terjadi, kita harus berjuang untuk diri kita sendiri. Karena kita lahir sebegai pemenang, maka kita juga harus mati sebagai juara yang dikenang! Lagu yang luar biasa.

Sejauh ini, aku baru menyelesaikan tahap pertama. Dan tahukah kalian betapa beratnya aku menyelesaikan tahap pertama? Aku harus berulangkali mengganti judul; aku berulangkali ngeprint, membuang-buang duit dan pada akhirnya harus dicorat-coret oleh dosen pembimbing; aku harus mengganti objek penelitian; dan yang paling membuatku frustasi, aku berkutat dengan teori penelitian selama lebih dari dua bulan. Itu waktu yang sangat lama. Kepalaku hampir pecah karenanya. Aku berulang kali mengganti teori—dari teori awal, ganti ke teori lain, ganti lagi ke teori lain lagi, kembali ke teori awal, ganti ke teori nomor tiga, hingga akhirnya aku mantap ke teori awal. Karena saking stresnya aku dengan teori, aku bahkan sempat menulis di sini hanya untuk menghilangkan penat di kepalaku. Semua itu HANYA untuk tahap pertama.

Kalian tahu, Kawan, seiring berjalannya waktu, setelah berjuang (dan juga berdoa), aku seminar proposal, pada akhirnya. Semua itu terealisasikan setelah aku 'menemukan jalan' skripsiku. Aku mengganti objek penelitian menjadi serial The East NET., dan tetap keukeuh pada kajian pragmatik yang—kuanggap—telah kukuasai. Mengapa aku memutuskan The East NET. sebagai objek penelitian? Karena aku gemar menonton serial ini. Jadi, sedikit tips bagi Kaum Puyenk yang hendak menyusun skripsi, carilah objek yang kalian sukai, dan gunakan kajian yang kalian kuasai. Kalau kalian menyukai wanita, misalnya, coba diteliti kenapa wanita selalu benar, atau, kenapa wanita menggambar alis seletah mereka mencukur alisnya yang asli. Gunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan dari hati ke hati, atau langsung ke orang tuanya.

Eniwey, seminar proposalku dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2016. Dan tahukah kalian bahwa sebenarnya seminar proposalku ini numpang pada teman yang sedang seminar hasil?

Jadi ceritanya begini.

Tiga hari sebelum aku seminar proposal, aku pergi ke kampus untuk menghadiri Seminar Hasil—tahap ke 2—temanku. Namun ternyata seminar temanku tiba-tiba batal, dan diundur ke hari Jumat. Saat itu, aku sedang mencari teman untuk seminar proposal. Saat itu juga, aku juga melihat peluang "numpang" seminar di Semhas—singkatan dari seminar hasil—temanku. Maka, aku mencoba mendaftarkan diri ke dosen penguji.

"Nanti ya, hari Jumat," kata dosen penguji kepada temanku.

"Ini, Bu, Arief mau ikut seminar juga," temanku memberitahukan.

"Ohya?" si dosen terlihat kaget.

"Iya, Bu, saya mau seminar juga, seminar proposal," kataku.

"Emb...." si dosen tampak berpikir. "Kalau nutut, ya..."

Kata-kata dosen inilah yang kemudian menghantuiku. Kalau nutut ya... kalau nutut ya... kalau nutut ya...

Kalian tahu, Kaum Puyenk, kami hanya memiliki waktu selama 2 jam waktu kuliah untuk seminar. Satu jam kuliah 45 menit. Jadi kami memiliki waktu 2x45 menit. Bukan, bukan. Ini bukan pertandingan sepak bola yang ada babak pertama dan babak ke dua. Ini waktu kami untuk seminar. Masalahnya, seminar hasil penelitian itu membutuhkan waktu lebih banyak daripada seminar proposal. Dan kata-kata si dosen terus menghantuiku. kalau nutut ya... kalau nutut ya... kalau nutut ya....

Meskipun begitu, aku tetap yakin kalau aku akan seminar hari Jumat. Aku pun segera menginformasikan di status BBM kalau aku akan seminar. Beberapa orang mengatakan kalau mereka akan hadir di seminarku. Begitu pun, aku juga mengundang satu orang yang memang khusus untuknya, dan aku sangat mengharapkan kehadirannya. Well..well..well.. memang selalu begitu, orang spesial selalu diharapkan ada pada momen-momen spesial.

Tetapi sebenarnya aku ketar-ketir juga. Bagaimana kalau dia sudah datang dan ternyata aku batal seminar? Pikiran itu yang terus menghantui pikiranku. Namun akhirnya aku mengambil sikap; peduli setan aku batal seminar.Yang penting aku bisa bertemu dengannya. Wait, aku rasa ranah pembahasan kita sedikit keluar dari jalur.

Oke, kembali ke jalur.

Dua hari menjelang seminar, aku mempersiapkan apa yang kuperlukan. Walaupun aku tidak begitu getol. Hingga malam sebelum aku seminar tiba... Entah kenapa, pikiran kita selalu terserap pada momen-momen spesial dan semakin memuncak pada malam sebelumnya. Malam itu, aku tidak dapat tidur. Telah ku-nawaitu-kan tidur jam 12 malam. Namun, meskipun aku mencoba menutup mata, mendengarkan musik, mengubah posisi tidur dari terlentang, tengkurap, miring, duduk, dan banyak lagi posisi-posisi, tetap saja aku tidak bisa tidur. Semua itu berlanjut hingga adzan subuh berkumandang. Aku baru bisa tidur jam setengah 5, dan bangun jam 6 pagi. Aku tidur hanya satu setengah jam.

Dan, yak, hari itu datang.

Seminar ini dijadwalkan akan dilaksanakan pukul 08:45. Hingga pukul 09.00, si dosen pembimbing tak kunjung datang. Aku mulai mengeluarkan keringat dingin. Waktu semakin habis, dan ancaman seminarku batal semakin besar. Aku mencari si dosen. Kuperjuangkan hidupku—dan rasa maluku karena telah koar-koar akan seminar. Aku tidak mau leherku digorok oleh orang yang telah datang ke seminarku gara-gara aku gagal seminar. Dan untungnya, si dosen datang juga.

Tentu saja, karena sebenarnya ini seminar hasil penelitian dan aku hanya numpang seminar proposal penelitian, aku menjadi orang terakhir yang akan presentasi. Dua orang temanku lebih dulu mempresentasikan hasil penelitiannya. Selama itu, aku mengunggu di belakang. Alih-alih mempersiapkan presentasi, aku justru mengusir rasa bosanku dengan menggambar di berkas presentasi. Penyaluran hobi kadang memang ampuh untuk mengusir rasa bosan—dan khawatir batal seminar. Ini gambar yang kuhasilkan selama menunggu:
gambar tukang gambar amatir
Dan waktuku presentasi datang juga. Aku pun presentasi diiringi kata-kata dosen penguji yang sangat santai tapi nusuk, "Presentasinya dipercepat ya, saya tidak punya banyak waktu. Saya tidak bisa mengomentari banyak hal, jadi saya akan berkomentar seperlunya. Dan nanti akan kita bahas di lain waktu."

What? Jadi setelah aku sabar menunggu, beliau menyuruhku presentasi dan tampak presentasiku ini tidak begitu penting? Omaigad. Oke, oke, it's oke. It's oke. Aku akan presentasi. Aku. Akan. Presentasi.

Dan, ya, akhirnya aku presentasi. Ini buktinya:



Setelah seminar selesai, seperti sudah menjadi kewajiban, kami—aku dan dua orang temanku yang semhas—foto bersama si dosen penguji.

Kalian tahu, di kampusku—khususnya di jurusanku—setiap ada orang yang selesai seminar, mereka akan mendapatkan ucapan selamat dari orang-orang terdekatnya. Biasanya, jika dia perempuan, dia akan mendapatkan sebuket bunga mawar (kalian bisa lihat sendiri buktinya di foto). Perntinyi-innyi, karena aku laki-laki, apa yang akan kudapatkan setelah aku selesai seminar? (meskipun aku sungguh tak mengharapkan apapun) Jawabanya, aku juga mendapatkan bunga mawar. Dan berwarna putih. Agak canggung, sebenarnya, saat seorang laki-laki mendapatkan bunga mawar, dan berwarna putih. Aku mencoba mencari arti filosofi dari mawar putih. Dan katanya, filosofi mawar putih adalah cinta sejati, kemurnian, kesungguhan, kesucian, kelembutan, serta kerendahan hati. Hmmm.... *berpikir*

Selain itu, seorang temanku yang lain juga memberiku bingkisan setelah mengucapkan selamat. Ini dia bingkisan dan isinya:

Well, aku sangat berterima kasih kepada kalian yang sudah repot-repot memberiku sesuatu seperti ini.

Dan satu lagi. Aku mendapatkan kejutan. Kejutan yang sungguh tak pernah aku duga. Ada seseorang yang memberiku cokelat kecil, dengan pesan singkat di atas kertas kuning berbentuk hati yang berisi ucapan selamat, yang dililitkan pada batang cokelat dengan pita hijau cantik. Ini:

Aku benar-benar tak menyangka. Sungguh. Cokelat ini, saat kumakan, terasa sangat manis. Dan cokelat inilah yang menemaniku menulis tulisan ini. Aku tak menyangka orang ini niat betul. Ia memotong kertas kuning berbentuk hati, kemudian melobanginya pada satu sisi, dan mengikatnya pada batang cokelat dengan pita hijau. Terima kasih, kepada orang yang memberikan cokelat ini. Aku benar-benar... biasa aja wkwkwk. Tidak...tidak.. aku benar-benar senang. Sungguh. Sekali lagi, terima kasih sudah repot-repot membuat hal semacam ini.

Well, Kaum Puyenk, beitulah cerita perjuanganku dalam proses mengerjakan skripsi. Bukan perjuangan yang mudah. Tugas ini bukan seperti tugas kuliah. Ada hal-hal lebih yang harus ada saat mengerjakan skripsi, selain semangat dan waktu. Yaitu, bertahan dari godaan apapun. Seperti kata 8 Ball dalam lirik lagunya: Jangan mudah tergiur untuk melenceng. Untuk mengerjakan skripsi, semangat harus berlipat-lipat. Mungkin 100 kali lebih semangat dari tugas kuliah biasanya.

Apa yang kuperjuangkan selama ini, yakni 'mencari jalan untuk skripsiku', pada akhirnya menemukan jalan. Semuanya memang butuh perjuangan. Dan perjuangan juga harus disertai doa. Usaha dan doa, pasti ada hasilnya. Begitu kata kakakku.

Yang terpenting, kitalah yang menentukan hidup kita sendiri. Kitalah yang memperjuangkan cita-cita dan keinginan kita. Karena jelas tidak menyenangkan jika orang lain yang mengerjakan dan kita yang menikmati hasilnya. Kalau pun ada orang yang seperti itu, tak ada kata yang lebih tepat baginya selain pecundang dan pengecut. Hasil dari jerih payah kita sendiri, percayalah, sungguh sangat manis. Kita hanya perlu menguatkan tekad, mental, dan energi untuk menggapainya.

Terakhir, sebagai penutup, kutunjukkan orang-orang yang berada disampingku saat mengerjakan skripsi dan hadir di seminar.
 
Ini sebagian dari kru Offering E
Ini dua wanita dari alam lain
Yang paling akhir, marilah bersama-sama kita berdoa bagi para mahasiswa, semoga mereka dikuatkan hatinya saat mengerjakan skripsi. Berdoa mulai....




Selesai.


Salam Kepala Memutar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar