Aku menyukai
lagu-lagu Bang Haji Rhoma Irama. Aku banyak hafal lagu-lagu Bang Haji. Selain
karena aku orang Madura yang notabenenya menyukai lagu dangdut, lagu-lagu Bang
Haji banyak menginspirasi ummat manusia. Seperti lagu Begadang, Istri Solehah,
Kawula Muda, Kawula Tua, Kaulah Pujaanku, Kaulah Cintaku, Kau lah Segalanya,
Sayang kau sudah jadi milik orang.... #padaakhirnyaalaujuga
Tetapi memang
benar, dengan lagu-lagunya, Bang Haji banyak menginspirasi ummat manusia.
Khususnya, manusia Indonesia, karena lagu-lagunya berbahasa Indonesia. Kalau
pun ada orang luar negeri yang paham lagunya, itu sungguh luar biasa—dengan catatan
tanpa ada penerjemah. Coba kalian bayangkan, orang Afrika yang mendengarkan lagu
Bang Haji lalu ia mengatakan kalau ia sangat terispirasi dengan lagu Bang
Haji, bukankah itu hal aneh. Kemungkinannya begini; mereka terispirasi dengan suara
gendang yang dapat membuat tubuh bergoyang dengan sendirinya, dan mereka akan
menggunakannya sebagai ritual upacara adat di Afrika. Jadi, di Afrika akan ada
riual upacara adat yang menggunakan lagu Bang Haji, dan mereka goyang-goyang
gitu... Waw.
Oke, cukup
mengerikan sebenarnya membayangkan apa yang aku tulis di atas. Tidak usah
dibahas lagi.
Salah satu lagu
Bang Haji yang sangat menginsiprasiku adalah lagu dengan judul Perjuangan dan
Doa. Maka dari itu, marilah kita bersama-sama mendengarkan lagu Bang Haji yang
berjudul Perjuangan dan Doa.
Lagu ini memberi
tahu kepada manusia, untuk mencapai sesuatu, atau apa yang kita inginkan, manusia
harus berjuang lebih dulu. Dan dalam perjuangannya juga harus disertai doa.
Karena, kata Bang Haji, doa tanpa perjuangan itu omong kosong, dan perjuangan
tanpa doa itu sombong. Hmm... *merenung*
Aku
mengaplikasikannya. Aku jadikan kata-kata Bang Haji dalam lirik lagu itu
sebagai pegangan. Ya, saat ini aku sedang berjuang, aku sedang mengejar sesuatu
yang kuinginkan. Apa itu? Skripsi. Sekali lagi, SKRIPSI. S K R I P S I.
*sejujurnya aku menahan diri untuk tidak membanting laptopku saat menulis satu
kata benda yang sangat kurang ajar ini*
Skripsi; satu
kata, tapi banyak jiwa telah melayang karenanya. Banyak nyawa manusia melayang
karenanya. Di antaranya, mahasiswa VS dosen pembimbing yang sudah menjadi el
clasico—pertarungan klasik—seperti Real Madrid VS Barcelona; Dosen pembimbing
VS orang tua mahasiswa; mahasiswa VS mahasiswa—ini karena mereka berebut data,
atau judul, atau pacar. Pertumpahan darah terjadi di mana-mana. Densus 88
bekerja sangat keras untuk meminimalisir terjadinya baku tembak. Dan banyak
lagi suasana mencekam, karena skripsi. Tetapi serius, aku tidak bercanda, sudah
banyak nyawa melayang karena satu kata kurang ajar itu. Kalau tidak bercaya,
ini bukti-bukti beritanya.
Dan memang benar,
skripsi memang mematikan, karena di dalamnya ada sk-RIP-si. Seluruh mahasiswa
nusantara, aku yakin seyakin-yakinnya, sangat berharap keberadaan skripsi di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri
keadilan. Namun, tampaknya hal itu akan terjadi jika aku yang menjadi presiden
republik ini. Karena aku tahu, dalam SKrIPsi ada SKIP. Lewati. Tak perlu.
Aku akan memperjuangkan hak-hak mahasiswa yang membanting daging, banting
perut, dan banting darah. Mereka patut dilindungi. Nyawa mahasiswa sama
mahalnya dengan nyawa DPR. Hidup Mahasiswa! Aku akan memperjuangkan keadilan.
Jika skRIPsi bisa membuat mahasiswa tewas, seharusnya SKrIPsi juga bisa di-skip
saja. Maka dari itu, dukung aku menjadi presiden republik ini!
Kembali lagi.
Ya,
saat ini aku sedang mengerjakan skripsi, yang sungguh membuatku nyaris frustasi
karenanya. Banyak hal yang harus kulakukan hanya untuk mendapatkan gelar sarjana.
Pengajuan judul, kemudian revisi, kemudian pengajuan judul lagi, kemudian revisi lagi, kemudian pengajuan lagi, kemudian revisi lagi, kemudian aku bunuh diri, melompat dari
gedung lantai satu, dan karena lantai satu, aku tidak jadi mati.
Sekali lagi,
kukatakan, banyak hal yang harus kulakukan untuk menyelesaikan kripsi. Banyak
tahapnya. Dan tahapnya itu—bukan hanya menurutku, tetapi kata
teman-temanku—sangat memuakkan. Ini tahap-tahapnya jika kalian ingin tahu,
jalan panjang bagiku untuk mendapatkan gelar sarjana:
Ada tujuh tahap.
Sekali lagi, 7 tahap. Di sana memang tidak ada angka tujuh. Justru angka 6
muncul dua kali. Mungkin orang yang menulis sedang tidak sadar atau semacamnya.
Tetapi yang perlu kalian ketahui, dalam tiap tahap terdapat banyak rintangan
yang menguras energi hingga pertaruhan nyawa. Bisa kalian bayangkan betapa
beratnya perjuangan kami?
Ada satu masa di
mana aku akan bimbingan terakhir sebelum aku daftar seminar proposal. Saat itu,
aku yakin sekali akan di-ACC oleh dosen pembimbingku. Aku sudah sangat percaya
diri. Aku telah mengorbankan hidup dengan menggarap dan mengurangi waktu tidurku. Kalian tahu,
saat itu aku telah mencari dosen pembimbingku selama tida hari. Dan pada hari
ketiga, hari di mana aku nyaris frustasi sebab dosen pembimbingku tidak bisa
ditemui juga, sementara aku dalam keadaan lelah yang amat sangat karena kurang tidur, akhrinya aku
bertemu dengan dosen pembimbingku. Aku bimbingan. Aku berniat meminta restu
untuk seminar proposal (sempro). Nyatanya, apa yang terjadi? Aku diperintahkan untuk
mengganti teori LAGI. Sementara aku sudah tidak memiliki banyak waktu lagi untuk
menyelesaikan skripsi. Artinya, deadline sidang skripsi sebegai kelulusan semakin dekat.
Adegannya begini:
Aku menyerahkan
berkas proposalku. Beliau melihat rumusan masalah. Kemudian, dengan tenangnya,
beliau berkata, "Oh, objekmu koran ya? Berarti kajianmu bukan pragmatik,
tapi analisis teks,"
Saat itu, aku
bagai dihantam petir, eee... maksudku, aku bagai disambar petir dan tubuhku
hangus. Saat itu, dalam hati, aku hanya bisa mengucapkan mantra, "mati
aku...mati aku..mati aku..mati aku..mati aku.. mati aku..." dengan tatapan
menerawang, kepala memutar, dan dosen pembimbingku mulai curiga jika aku sedang
kerasukan.
Aku keluar dari
ruang dosen dengan pikiran panik, kacau balau, dan apapun itu istilahnya.
Mentalku langsung hancur, porak-poranda. Semangat dan rasa percaya diriku yang
sebelumnya meluap-luap telah dihempas badai. Pikiranku mulai dihinggapi segala
macam pikiran negatif. Memang selalu begitu, ketika hasil tidak sesuai dengan
keinginan, akan ada lebih banyak perasaan negatif, alasan, dan opini. Itu
adalah masa-masa terberat saat aku mengejar seminar proposal. Kalian tahu,
ketika semangat kita telah redup dan mental kita hancur, sulit bagi kita
melakukannya sendiri memulihkan segalanya. Pada masa-masa seperti ini,
keberadaan orang lain sangat penting. Mereka akan menguatkan kita, menyalakan
lagi semangat kita, membangun lagi mental kita. Dan untungnya, aku memiliki
orang yang seperti itu. Aku sungguh sangat berterima kasih kepadanya. Karena
keberadaannya, kondisi psikisku menjadi lebih tenang.
Selain itu, Kaum Puyenk, ketika aku sedang berjuang kemudian aku mendapatkan kegagalan, aku menenangkan diri dengan mendengarkan lagu-lagu. Bukan hanya lagu-lagu Bang Haji. Ada satu lagu yang membuat membakar lagi semangatku. Lagu milik 8 Ball yang judulnya Lanjutkanlah. Lagu yang luar biasa. Ini dia lagunya:
Aku sungguh ingin
sekali mengupas isi dari setiap liriknya. Tapi pasti akan menjadi tulisan yang
sangat panjang sekali. Jadi, aku hanya ingin mengatakan inti dari lagu itu:
Apapun yang ingin kita capai, sesering apapun kita gagal, lanjutkan usaha kita!
Cari letak kesalahannya, kemudian perbaiki. Karena bukan orang lain yang
membenahi cita-cita kita. Apapun yang terjadi, kita harus berjuang untuk diri
kita sendiri. Karena kita lahir sebegai pemenang, maka kita juga harus mati
sebagai juara yang dikenang! Lagu yang luar biasa.
Sejauh ini, aku baru menyelesaikan tahap pertama. Dan tahukah kalian betapa beratnya aku menyelesaikan tahap pertama? Aku harus berulangkali mengganti judul; aku berulangkali ngeprint, membuang-buang duit dan pada akhirnya harus dicorat-coret oleh dosen pembimbing; aku harus mengganti objek penelitian; dan yang paling membuatku frustasi, aku berkutat dengan teori penelitian selama lebih dari dua bulan. Itu waktu yang sangat lama. Kepalaku hampir pecah karenanya. Aku berulang kali mengganti teori—dari teori awal, ganti ke teori lain, ganti lagi ke teori lain lagi, kembali ke teori awal, ganti ke teori nomor tiga, hingga akhirnya aku mantap ke teori awal. Karena saking stresnya aku dengan teori, aku bahkan sempat menulis di sini hanya untuk menghilangkan penat di kepalaku. Semua itu HANYA untuk tahap pertama.
Kalian tahu,
Kawan, seiring berjalannya waktu, setelah berjuang (dan juga berdoa), aku
seminar proposal, pada akhirnya. Semua itu terealisasikan setelah aku
'menemukan jalan' skripsiku. Aku mengganti objek penelitian menjadi serial The
East NET., dan tetap keukeuh pada kajian pragmatik yang—kuanggap—telah
kukuasai. Mengapa aku memutuskan The East NET. sebagai objek penelitian? Karena
aku gemar menonton serial ini. Jadi, sedikit tips bagi Kaum Puyenk yang hendak
menyusun skripsi, carilah objek yang kalian sukai, dan gunakan kajian yang
kalian kuasai. Kalau kalian menyukai wanita, misalnya, coba diteliti kenapa
wanita selalu benar, atau, kenapa wanita menggambar alis seletah mereka
mencukur alisnya yang asli. Gunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
dari hati ke hati, atau langsung ke orang tuanya.
Eniwey, seminar proposalku dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2016. Dan tahukah kalian bahwa sebenarnya seminar proposalku ini numpang pada teman yang sedang seminar hasil?
Jadi ceritanya
begini.
Tiga hari sebelum
aku seminar proposal, aku pergi ke kampus untuk menghadiri Seminar Hasil—tahap
ke 2—temanku. Namun ternyata seminar temanku tiba-tiba batal, dan diundur ke
hari Jumat. Saat itu, aku sedang mencari teman untuk seminar proposal. Saat itu
juga, aku juga melihat peluang "numpang" seminar di Semhas—singkatan
dari seminar hasil—temanku. Maka, aku mencoba mendaftarkan diri ke dosen
penguji.
"Nanti ya,
hari Jumat," kata dosen penguji kepada temanku.
"Ini, Bu,
Arief mau ikut seminar juga," temanku memberitahukan.
"Ohya?"
si dosen terlihat kaget.
"Iya, Bu,
saya mau seminar juga, seminar proposal," kataku.
"Emb...."
si dosen tampak berpikir. "Kalau nutut, ya..."
Kata-kata dosen
inilah yang kemudian menghantuiku. Kalau nutut ya... kalau nutut ya... kalau
nutut ya...
Kalian tahu, Kaum
Puyenk, kami hanya memiliki waktu selama 2 jam waktu kuliah untuk seminar. Satu
jam kuliah 45 menit. Jadi kami memiliki waktu 2x45 menit. Bukan, bukan. Ini
bukan pertandingan sepak bola yang ada babak pertama dan babak ke dua. Ini
waktu kami untuk seminar. Masalahnya, seminar hasil penelitian itu membutuhkan
waktu lebih banyak daripada seminar proposal. Dan kata-kata si dosen terus
menghantuiku. kalau nutut ya... kalau nutut ya... kalau nutut ya....
Meskipun begitu,
aku tetap yakin kalau aku akan seminar hari Jumat. Aku pun segera
menginformasikan di status BBM kalau aku akan seminar. Beberapa orang
mengatakan kalau mereka akan hadir di seminarku. Begitu pun, aku juga
mengundang satu orang yang memang khusus untuknya, dan aku sangat mengharapkan
kehadirannya. Well..well..well.. memang selalu begitu, orang spesial selalu
diharapkan ada pada momen-momen spesial.
Tetapi sebenarnya
aku ketar-ketir juga. Bagaimana kalau dia sudah datang dan ternyata aku batal
seminar? Pikiran itu yang terus menghantui pikiranku. Namun akhirnya aku
mengambil sikap; peduli setan aku batal seminar.Yang penting aku bisa bertemu
dengannya. Wait, aku rasa ranah pembahasan kita sedikit keluar dari jalur.
Oke, kembali ke
jalur.
Dua hari
menjelang seminar, aku mempersiapkan apa yang kuperlukan. Walaupun aku tidak
begitu getol. Hingga malam sebelum aku seminar tiba... Entah kenapa, pikiran
kita selalu terserap pada momen-momen spesial dan semakin memuncak pada malam
sebelumnya. Malam itu, aku tidak dapat tidur. Telah ku-nawaitu-kan tidur jam 12
malam. Namun, meskipun aku mencoba menutup mata, mendengarkan musik, mengubah
posisi tidur dari terlentang, tengkurap, miring, duduk, dan banyak lagi
posisi-posisi, tetap saja aku tidak bisa tidur. Semua itu berlanjut hingga
adzan subuh berkumandang. Aku baru bisa tidur jam setengah 5, dan bangun jam 6
pagi. Aku tidur hanya satu setengah jam.
Dan, yak, hari
itu datang.
Seminar ini
dijadwalkan akan dilaksanakan pukul 08:45. Hingga pukul 09.00, si dosen
pembimbing tak kunjung datang. Aku mulai mengeluarkan keringat dingin. Waktu semakin
habis, dan ancaman seminarku batal semakin besar. Aku mencari si dosen.
Kuperjuangkan hidupku—dan rasa maluku karena telah koar-koar akan seminar. Aku
tidak mau leherku digorok oleh orang yang telah datang ke seminarku gara-gara
aku gagal seminar. Dan untungnya, si dosen datang juga.
Tentu saja,
karena sebenarnya ini seminar hasil penelitian dan aku hanya numpang seminar proposal penelitian, aku
menjadi orang terakhir yang akan presentasi. Dua orang temanku lebih dulu
mempresentasikan hasil penelitiannya. Selama itu, aku mengunggu di belakang.
Alih-alih mempersiapkan presentasi, aku justru mengusir rasa bosanku dengan menggambar
di berkas presentasi. Penyaluran hobi kadang memang ampuh untuk mengusir rasa
bosan—dan khawatir batal seminar. Ini gambar yang kuhasilkan selama menunggu:
gambar tukang gambar amatir |
Dan waktuku
presentasi datang juga. Aku pun presentasi diiringi kata-kata dosen penguji
yang sangat santai tapi nusuk, "Presentasinya dipercepat ya, saya tidak
punya banyak waktu. Saya tidak bisa mengomentari banyak hal, jadi saya akan
berkomentar seperlunya. Dan nanti akan kita bahas di lain waktu."
What? Jadi
setelah aku sabar menunggu, beliau menyuruhku presentasi dan tampak
presentasiku ini tidak begitu penting? Omaigad. Oke, oke, it's oke. It's oke.
Aku akan presentasi. Aku. Akan. Presentasi.
Dan, ya, akhirnya
aku presentasi. Ini buktinya:
Setelah seminar
selesai, seperti sudah menjadi kewajiban, kami—aku dan dua orang temanku yang
semhas—foto bersama si dosen penguji.
Kalian tahu, di
kampusku—khususnya di jurusanku—setiap ada orang yang selesai seminar, mereka
akan mendapatkan ucapan selamat dari orang-orang terdekatnya. Biasanya, jika
dia perempuan, dia akan mendapatkan sebuket bunga mawar (kalian bisa lihat
sendiri buktinya di foto). Perntinyi-innyi, karena aku laki-laki, apa yang akan
kudapatkan setelah aku selesai seminar? (meskipun aku sungguh tak mengharapkan
apapun) Jawabanya, aku juga mendapatkan bunga mawar. Dan berwarna putih. Agak
canggung, sebenarnya, saat seorang laki-laki mendapatkan bunga mawar, dan
berwarna putih. Aku mencoba mencari arti filosofi dari mawar putih. Dan
katanya, filosofi mawar putih adalah cinta sejati, kemurnian, kesungguhan,
kesucian, kelembutan, serta kerendahan hati. Hmmm.... *berpikir*
Selain itu,
seorang temanku yang lain juga memberiku bingkisan setelah mengucapkan selamat.
Ini dia bingkisan dan isinya:
Well, aku sangat
berterima kasih kepada kalian yang sudah repot-repot memberiku sesuatu seperti
ini.
Dan satu lagi.
Aku mendapatkan kejutan. Kejutan yang sungguh tak pernah aku duga. Ada
seseorang yang memberiku cokelat kecil, dengan pesan singkat di atas kertas kuning
berbentuk hati yang berisi ucapan selamat, yang dililitkan pada batang cokelat
dengan pita hijau cantik. Ini:
Aku benar-benar
tak menyangka. Sungguh. Cokelat ini, saat kumakan, terasa sangat manis. Dan
cokelat inilah yang menemaniku menulis tulisan ini. Aku tak menyangka orang ini
niat betul. Ia memotong kertas kuning berbentuk hati, kemudian melobanginya
pada satu sisi, dan mengikatnya pada batang cokelat dengan pita hijau. Terima
kasih, kepada orang yang memberikan cokelat ini. Aku benar-benar... biasa aja wkwkwk.
Tidak...tidak.. aku benar-benar senang. Sungguh. Sekali lagi, terima kasih
sudah repot-repot membuat hal semacam ini.
Well, Kaum
Puyenk, beitulah cerita perjuanganku dalam proses mengerjakan skripsi. Bukan
perjuangan yang mudah. Tugas ini bukan seperti tugas kuliah. Ada hal-hal lebih
yang harus ada saat mengerjakan skripsi, selain semangat dan waktu. Yaitu, bertahan
dari godaan apapun. Seperti kata 8 Ball dalam lirik lagunya: Jangan mudah
tergiur untuk melenceng. Untuk mengerjakan skripsi, semangat harus
berlipat-lipat. Mungkin 100 kali lebih semangat dari tugas kuliah biasanya.
Apa yang
kuperjuangkan selama ini, yakni 'mencari jalan untuk skripsiku', pada akhirnya
menemukan jalan. Semuanya memang butuh perjuangan. Dan perjuangan juga harus
disertai doa. Usaha dan doa, pasti ada hasilnya. Begitu kata kakakku.
Yang terpenting,
kitalah yang menentukan hidup kita sendiri. Kitalah yang memperjuangkan
cita-cita dan keinginan kita. Karena jelas tidak menyenangkan jika orang lain
yang mengerjakan dan kita yang menikmati hasilnya. Kalau pun ada orang yang
seperti itu, tak ada kata yang lebih tepat baginya selain pecundang dan
pengecut. Hasil dari jerih payah kita sendiri, percayalah, sungguh sangat
manis. Kita hanya perlu menguatkan tekad, mental, dan energi untuk
menggapainya.
Terakhir, sebagai
penutup, kutunjukkan orang-orang yang berada disampingku saat mengerjakan skripsi
dan hadir di seminar.
Ini dua wanita dari alam lain |
Yang paling
akhir, marilah bersama-sama kita berdoa bagi para mahasiswa, semoga mereka
dikuatkan hatinya saat mengerjakan skripsi. Berdoa mulai....
Selesai.
Salam Kepala
Memutar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar