Sabtu, 05 Desember 2015

(Lanjutan) Ulang Tahun, atau Hari Kemerdekaan, atau Hari Jadi, atau Disnatalis, atau Apapun Sesukamu

Ini akan menjadi tulisan yang panjang. Jadi, bersabarlah untuk menuntaskan tulisan ini, seperti kalian bersabar akan rindu.

Sebenarnya, Kaum Puyenk, aku ingin segera menulis posting ini setelah aku menulis bagian pertama tanggal 4 bulan lalu. Nyatanya, aku baru menulisnya satu bulan kemudian. Ada banya faktor kenapa tulisan ini harus menunggu selama satu bulan. Pertama, kita lanjut saja pada yang kedua. Jadi faktor ketiga adalah karena eh karena... aku lupa. Yang jelas, laptoku ini sempat naik meja operasi (lagi) selama satu minggu, seperti halnya saa aku menulis Teatrikalisasi Puisi Bagian 2. Entah kenapa, setiap aku akan posting bagian ke 2seperti cerita ulang tahunku inilaptopku selalu bermasalah. Aku mulai curiga, apapun yang menjadi ke 2, selalu bermasalah. Seperti, istri kedua... atau, suami dari istri kedua. Tetapi, Kaum Puyenk, ini tidak menghentikanku untuk menulis cerita-cerita yang memiliki bagian-bagian di masa mendatang. Justru kalau bisa, aku ingin meulis cerita berseri yang menceritakan bagian kepala, bagian pinggang, bagian kaki, bagian tangan, dan segala macam bagian tubuh. Karena aku adalah, dokter umum.


Oke, tulisan di atas garing. Kita langsung saja pada titik permasalahannya.

Jadi pada postingan sebelumnya aku sudah menulis dua tahun awal ritual ulang tahunku. Kini, aku akan melanjutkan tahun-tahun setelahnya.

Setelah tahun 2010 aku menerima kado ulang tahun untuk pertama kalinya seumur hidupku yang berupa sekardus teh gelas dan tahun selanjutnya sebuah kue tart mungil, dua tahun setelahnya, di hari ulang tahunku, tidak ada apa-apa. Tidak ada udara. Tidak ada matahari. Tidak ada bulan. Tidak ada pacar. Hari sudah kiamat. Orang-orang digiring ke padang mahsyar. Semuanya diceburkan ke neraka. Kecuali aku. Karena aku justru kesasar ke Pasar Besar saat orang-orang digiring ke padang mahsyar. Dalam pikiranku, pokoknya ke tempat denga akhiran kata 'sar'.

Oke, ini keluar dari jalur.

Yang jelas, Kaum Puyenk, dua tahun itu, 2012 dan 2013, tidak ada ritual ulang tahun di hari ulang tahunku. Hari-hari berjalan seperti biasa. Aku bangun tidur, makan, tidur lagi, bangun lagi, makan lagi, tidur lagi. Jadi, mari langsung saja ke tahun 2014.

Tahun 2014
Tahun ini kuliahku memasuki semester 5. Di semester ini, ada salah satu matakuliah yang mengadakan KKL (Kuliah Kerja Lapangan) ke Solo dan Jogja selama tanggal 4-7 November. Tetapi bukan itu yang ingin aku tulis di sini. Bukan tentang kunjungan ke museum-museum yang menyenangkan, melihat benda-benda peninggalan kerajaan jaman dulu, mulai dari keris, pedang, piring, topeng, mungkin nanti, ada apa denganmu, bintang di surga, dan lagu-lagu Peterpan lainnya. Bukan pula pertunjukan Sendratari Ramayana di Candi Prambanan. Walaupun aku mengatakan bukan, nyatanya aku sudah menulisnya. Entah kalian sadar atau tidak, aku tidak peduli.

Sehari sebelum keberangkatan KKL, tanggal berapa? Yak, tul! Tanggal 3 November! Tepuk tangan untuk Anda! *tepuk tangan* *tepuk tangan* *tepuk tangan*

Jadi, sehari sebelum keberangkatan, kami mengadakan rapat, memastikan semua persiapan sudah beres. Aku sendiri, sebagai ketua pelaksana, mananyakan semuanya dengan serius.

"Bagian konsumsi, semua sudah beres?" tanyaku ketika rapat kepada bagian konsumsi. Tentu saja ada alasan kenapa aku mendahulukan bagian konsumsi, karena ini masalah penghidupan, masalah kelangsungan hidup. Oke, oke, aku jujur, karena ini masalah perut.

"Siap, semuanya sudah beres, Kapten." jawab bagian konsumsi mantap.

"Oke, bagus. Kalau begitu, rapat ini selesai." kataku.

Tiba-tiba, seorang panitia mengangkat tangannya. "Kapten, kenapa bagian kami tidak ditanya? Kami juga butuh perhatian." seorang wanita, dia dari bagian kesehatan.

"Jangan terlalu membutuhkan perhatian. Lagi pula, kalian bagian kesehatan. Seharusnya kalianlah yang memberi perhatian." jawabku tegas. "pada orang-orang yang patah hati..." aku melanjutkan dengan sendu.

Kemudian, aku dimutilasi oleh bagian kesehatan.

Saat itu, rapat diadakan sore hari. Selepas rapat, kami membubarkan diri. Aku melihat jam tangan, dan waktu menunjukkan pukul 5 petang. Oke, ini sudah sore. Aku sudah tidak mungkin ditelorin. Setelah ini, teman-teman pasti langsung pulang. batinku mantap. Aku pun meninggalkan rapat dengan santai, seolah aku sedang berjalan di tepi pantai, dengan kedua tangan kumasukkan ke dalam saku celana, dan mulut bersiul-siul menyanyikan lagu Indonesia Raya. 

Tetapi, hingga sepuluh menit berlalu, teman-teman tak kunjung membubarkan diri. Dan aku mulai mencium bau-bau tidak beres. Namun aku berusaha meyakinkan diri jika masih ada yang harus dibicarakan oleh tiap bagian. Jadi aku tetap saja santai seperti di pantai, bersiul-siul lagi. Kali ini aku menyiulkan lagu aku seorang kapiten.

Lalu, seorang dari bagian humas mendatangiku. Aku berpikir positif, dia pasti akan menanyakan sesuatu padaku. Dan... CEPLOK! Sebutir telur menghantam kepalaku dengan sukses. Fix. Detik-detik selanjutnya bisa ditebak. Telur-telur lain menyusul menghantam kepalaku, lengkap dengan tepung terigunya.


Beginilah aku waktu dieksekusi.

Tak adal wajah lain yang bisa kupasang selain raut pasrah
Sekarang, mari kita lihat orang-orang yang menyiksaku sore itu.
Inilah wajah-wajah bahagia setelah mereka menyiksaku.
Nyatanya, Kaum Puyenk, ritual ulang tahunku tidak berhenti sampai di situ. Semua ini belum berakhir.

Esok harinya, kami berangkat KKL jam sembilan malam dari Kota Malang menuju Solo. Tanggal 4 November. Sekali lagi, tanggal 4 November.

Awalnya, di dalam bus semua tampak normal. Bus melaju dengan enam rodanya. Sopir bus duduk di tempatnya. Teman-teman bahagia akan melakukan perjalanan ke barat mencari kitab suci. Semuanya tampak normal. Hingga tiba pada waktu di mana teman-teman sebagian besar sudah tidur. Aku sendiri saat itu duduk di samping Pak Sopir yang sedang bekerja, mengendali bus supaya baik jalannya (bacanya tidak usah sambil nyanyi). 

Tiba-tiba, saat aku sedang asyik berbincang dengan Pak Sopir, terdengar suara panik dari arah belakang bus.

"Rip, ada yang pingsan!"

Sontak aku segera menuju ke belakang dan melihat keadaan. Seorang teman pingsan. Sambil berpikir penyebab dia pingsan—apa dia tidak tahan dengan laju bus yang kencang? apa dia tiba-tiba mabuk karena minum antimo dan sprite secara bersamaan? apa dia baru dapat kabar kalau dia diputusin pacarnya?—aku mengangkatnya ke ujung belakang bus, smooking room, yang kebetulan kosong. Aku cukup panik saat itu. Teman-teman juga. Bagian kesehatan langsung memberi perhatian. Nah.. Nah.. Ini dia. Ini dia kawan. Ketika aku sedang panik dan perhatianku fokus pada temanku yang pingsan, tahu-tahu seseorang membawakanku kue tart dan mengucapkan selamat ulang tahun, lengkap dengan lilin yang menyala anggun. Bisa kalian banyangkan? Peralihan emosi dari panik ke terkejut hingga bahagia. Konsepnya seperti ini:


Panik à Terkejut à Bahagia

Jadi, perpindahan emosi dari panik ke terkejut lalu bahagia itu menguras energi yang luar biasa, sebab zat-zat di dalam tubuh terbakar lebih banyak dari biasanya. Aliran darah bekerja lebih cepat. Hasilnya, tubuhku langsung terkulai lemas di atas bangku smooking room, menatap api lilin yang berpendar menari-nari, juga senyum orang yang memberiku kue tart. Malam itu, aku luar biasa bahagia.


Tahun 2015
Karena aku sudah mulai terbiasa dengan hal-hal yang berbau ulang tahun, maka di ulang tahunku tahun ini, aku menunggunya. Aku menunggu sejak tanggal 2 November pukul 23.59. Aku ingin tahu, siapakah yang pertama kali mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. 

Detik berganti. Menit berganti. Hari berganti. Pukul 00.00. Tidak ada yang mengucapkan selamat ulang tahun. Oke, aku sabar menunggu. Mungkin semenit lagi. Namun nyatanya, sampai pukul 00.01, tidak terjadi apa-apa. Tidak ada telepon, atau SMS, atau BBM masuk. Padahal aku berangan-angan tepat tengah malam ada seseorang yang tiba-tiba memberiku kejutan, membawa kue tart lengkap denga kadonya, sebuah mobil Lamborgini di depan kosan.

Setelah aku meyakinkan diri jika tidak akan ada yang mengucapkan selamat ulang tahun padaku tepat tengah malam, aku internetan. Dan saat itulah aku baru tahu, ternyata ada yang mengucapkan ulang tahun padaku tengah malam! Jika tidak percaya, silahkan perhatikan ini.


Aku shock parah, Men! Google, perusahan besar dunia, yang pertama kali mengucapkan selamat ulang tahun padaku! Lengkap dengan kue tartnya yang bermacam-macam dalam bentuk... digital. Oke, buatku, tidak masalah meski kuenya digital. Yang penting, ada yang mengucapkan selamat ulang tahun padaku tepat tengah malam. Peduli setan dengan kuenya.

Tapi tunggu dulu, tidak hanya sampai di situ. Ketika aku membuka email 45 menit kemudian, aku mendapatkan lagi pesan ucapan selamat ulang tahun. Silahkan dicek kalau tidak percaya.

Ya, kaskus lah orang kedua yang selanjutnya mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Mohon diabaikan tanggal pengiriman suratnya, karena aku membukanya di Las Vegas, dan di sana belum ganti hari. Fokus saja pada judul dan isi suratnya. 

Oke, aku tahu yang pertama dan kedua mengucapkan selamat ulang tahun padaku bukanlah manusia, apalagi lebih spesifik lagi; cewek. Masa bodoh dengan itu. Yang penting, ada yang mengucapkan selamat ulang tahun padaku tengah malam, dan penantianku tidak sia-sia. Lagi pula, yang mengucapkan padaku adalah dua perusahaan terkenal. Sekali lagi, TERKENAL. Jadi, aku merasa diucapin selamat ulang tahun oleh Raisa dan Isyana Sarasvati, dua cewek terkenal. Anggap saja seperti itu.

Hari itu sebenarnya berjalan seperti hari-hari biasa. Tidak ada sesuatu yang istimewa. Kecuali teman-teman yang mengucapkan selamat ulang tahun melalui BBM dan FB. Selebihnya, tidak ada apa-apa. Aku bahkan menghabiskan hari di kafe pustaka, memesan segelas kopi, dan menikmatinya sambil larut membaca buku. Meski sebenarnya aku kabur dari kos. Sebab aku mulai mencium bau tidak beres. Tetapi, kenyataannya, tidak terjadi apa-apa.

Hingga malam datang.

FYI, aktifitas malamku biasanya menulis. Malam itu, jujur saja, aku menulis dengan perasaan waswas. Asal kalian tahu saja, ulang tahun di Indonesia itu bikin deg-degan. Serius. Lebih deg-degan dari kirim SMS ke mantan atau dosen pembimbing skripsi. Bukannya kita bahagia, kita justru dibuat waswas dan deg-degan akan dikerjain gimana oleh teman-teman kita. Kebanyakan, kita memiliki teman dengan otak yang sedikit miring (bersyukurlah kalian jika memiliki teman yang seperti itu). Akan tetapi, teman yang otaknya sedikit miring itu justru yang paling berbahaya jika kita ulang tahun. Mereka akan melakukan hal-hal gila untuk mengerjai kita habis-habisan. Dan anehnya, kita mau-mau saja, seolah itu kewajiban kita yang sedang ulang tahun. Aku sudah mencari hukum tentang ini, dan hukum ini tidak pernah tertulis di kitab manapun.

Jadi, malam itu, karena rasa deg-deganku sudah stadium 7 dengan kecepatan 350 k/jam hingga dadaku membesar dan nyaris saja aku bertransformasi menjadi wanita, aku berencana kabur lagi dari kosan. Ketika aku mulai berkemas, tiba-tiba teleponku berdering.

"Arif, kamu ulang tahun kan? Aku kasih kamu tantangan. Cepat ke museum Brawijaya. Temui tukang parkir di sana, dan lakukan apa yang dikatakannya." kemudian telepon ditutup.

Hening.

Selama kurang lebih satu menit, aku mencoba mencerna kata-kata di telepon. Ke musium Brawijawa. Temui tukang parkir. Lakukan apa yang dikatakannya. Fix. Ini bukan tantangan. Aku tahu orang yang meneleponku akan mengerjaiku, dan dia membungkusnya seolah ini tantangan. Asal kalian tahu saja, 'tantangan' ketika kalian ulang tahun berarti kalian 'dikerjai'.

Awalnya, aku akan mengabaikan 'tantangan itu'. Namun ketika aku ingat marabahaya jika aku tetap tinggal di kosan malam itu, akhirnya aku pergi ke museum Brawijaya. Sewaktu tiba di sana, seorang tukang parkir langsung menghampiriku.

"Mas Arif ya?" tanyanya.

"Iya, Pak."

"Ini," dia memberikanku sebuah kotak kecil, mirip kotak cincin. Tentu saja pikiranku langsung tertuju pada kemungkinan dia akan melamarku.

"Tidak, Pak, saya tidak bisa menerima lamaran bapak," kataku berusaha menjauh.

"Siapa yang mau melamar? Ini titipan dari teman kamu." dia berusaha meyakinkanku.

Setelah aku merasa yakin dia tidak akan melamarku dengan melihat bola matanya, aku mengambil kotak kecil itu, kemudian membukanya, dan menemukan sebuah gantungan kunci putih berbentuk tengkorak.

"Teman kamu berpesan, kamu disuruh mencari plastik hitam yang dititipkan ke salah satu pedagang di sini." si tukang parkir berkata lagi.

"Hah? Mereka tidak bilang dititipkan di mana?"

"Tidak, Mas."

"Ayolah, Pak, kasih saya sedikit bocoran."

"Saya tidak tahu, Mas."

"Pak, aku mohon," aku mulai memelas.

"Sekali lagi kamu minta, saya mutulasi motor kamu!"

Oke, aku menyerah. Dari pada motor yang kubawa dimutilasi sama si tukang parkir—dan itu motor pinjaman—akhirnya aku mencarinya sendiri. Di museum Brawijawa, lebih dari 20 pedagang berjejer yang menjual kudapan serta kopi. Mau tidak mau, aku harus menanyakan satu per satu pada tiap pedagang di sana. Seperti yang kukatakan tadi, anehnya, aku mau-mau saja melakukannya. Pertanyaanku kepada tiap pedagang pun sama, "Maaf, ada teman saya yang menitipkan plastik hitam?". Karena aku orangnya kreatif, aku tinggal meng copy-paste saja. Hingga aku mendapatkan plastik hitam itu di sebuah gerobak yang dijaga seorang ibu. Ketika aku membukanya, ada tantangan hal lain yang harus kulakukan. 

"Temui kita di tempat yang penuh warna"

Begitu isi pesannya. 

Aku mulai mencari tempat yang penuh warna itu. Aku menyusuri jalanan (serius aku menyusuri jalanan seperti orang hilang). Namun aku tak menemukan mereka. Dan ternyata, mereka malah asyik duduk di pinggir jalan di depan tempat parkir. DAN MEREKA TIDAK MENYAMBUT KEDATANGANKU YANG NGOS-NGOSAN MENCARI TEMPAT PENUH WARNA ITU. 

Mereka bersikap biasa saja tanpa merasa berdosa setelah membuatku linglung mencari mereka. Mereka dengan mudahnya memberiku kue tart dan menyuruhku menghidupkan sendiri lilinnya. SAMA SEKALI TIDAK ADA ROMANTISNYA.

Oke, aku bersikap stay cool. Aku nyalakan sendiri lilinnya. Aku tiup sendiri.
Ini kalau kalian tidak percaya, aku menyalakan sendiri lilinnya.
Tapi, biar tetap terlihat cool, aku mengajak mereka berfoto bersama.

Setelahnya, kami cangkruk di kedai ibu yang tadi dititipin plastik hitam. Dan kalian tahu, ide gila mereka tidak berhenti di situ saja. Ketika waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB, ada kue tart lain yang kuterima. Ini kuenya,
Jujur, aku tidak bisa berkata-kata ketika menerima kue ini.
Nyatanya, kue ini tidak diberikan dengan cuma-cuma. Ada tantangan lain (baca: aku dikerjai lagi) yang harus kulakukan: aku harus meminta doa kepada setiap pengunjung yang sedang cangkruk di museum Brawijaya, meminta mereka mendoakan semoga skripsiku lancar. Dan anehnya, lagi-lagi, aku mau-mau saja melakukannya. 

Tanpa ragu, aku mendatangai mereka semua. Ada banyak eksperesi yang kudapat ketika aku menghampiri orang-orang asing dan meminta mereka mendoakanku. Ada yang mendoakanku dengan senang hati, bahkan sampai ada yang membacakan Yasin. Oke, aku bercanda. Mereka jelas tidak punya waktu untuk mendoakan orang malang sepertiku. Ada pula yang memasang tampang curiga kalau aku seorang sales MLM atau tukang hipnotis. Sayangnya, mentalku sudah terasah. Kalian tidak cukup mampu mengerjaiku jika hanya seperti itu. Hahahaha.

Dan di akhir malam itu, tanggal 3 November, aku menerima sebuah kado jersey away AC Milan, klub favoritku. Jadi malam itu, aku mendapatkan banyak hadiah (dan tantangan.)
Inilah yang kudapatkan malam itu.
Malam itu (lagi), aku luar biasa bahagia. Sekaligus menang banyak.

Sepulang dari museum Brawijaya, aku berencana membagikan kue tart kepada teman-teman kos. Tapi karena saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 01.00, mereka sudah tidur. Akhirnya kuputuskan untuk membagikan kue besok saja.

Besok paginya, tanggal 4, sekali lagi, tanggal 4, aku hendak membagikan kue semalam kepada teman-teman kos. Tapi ternyata, apa yang kulakukan ini justru menjadi bumerang. Bukannya mereka berterima kasih, aku justru disekap dan dibawa ke depan kosan. Tanganku diborgol dan dikaitkan ke pagar. Fix. Aku seperti tahanan. Yang terjadi selanjutnya bisa ditebak, aku dieksekusi habis-habisan. Mereka seolah membalaskan dendam karena malam sebelumnya aku kabur. 

Aku diguyur dengan kopi lengkap dengan gulanya, yang ternyata sudah mereka siapkan sejak sore kemarin. Lalu telor. Lalu tepung. Bukannya tepung biasa, tapi tepung rempeyek yang sudah ada bumbunya. Jadi, aku tinggal dimasukkan ke wajan, lalu ditiriskan. Selesai hidupku.

Aku diborgol di depan kosan pagi itu, waktu di mana banyak mahasiswi berangkat kuliah, selama hampir dua jam. Selama itu pula, aku ditelantarkan. Teman-temanku membiarkanku sendirian di depan kosan, seperti maling ayam yang baru tertangkap, sementara mereka cekikikan di dalam kos. Seperti yang kukatakan, orang-orang dengan otak miring lebih berbahaya.
Inilah kondisiku sewaktu dieksekusi.
Kalian lihat, tanganku diborgol, sehingga aku tidak bisa lari kemana-mana. Tidak jelas? Baik, mari kita perjelas.

Sudah jelas? Seperti itulah kondisiku, MESKI SAAT ITU SUDAH TANGGAL 4 NOVEMBER.

Sayangnya, deritaku tidak berhenti sampai di situ. Siang harinya, setelah menghadiri kumpul tasyakuran salah seorang temanku, aku harus menerima lagi penganiayaan dari teman-temanku di kampus. Aku curiga, tasyakuran yang mereka adakan sebenarnya adalah motif penganiayaan yang sudah mereka rencanakan.

Sebelum diniaya, aku sudah berpura-pura tidak enak badan dan berusaha tampak lemah agar mereka mengurungkan niat biadapnya. Nihil. Mereka tidak peduli akan kondisiku. Aku tetap diseret dan diikat di pohon. 
Orang-orang yang tertawa di atas penderitaan orang lain.
Foto di atas sesaat sebelum aku dieksekusi. Saat setelah dieksekusi seperti ini.

Aku tidak tahu apa dosaku hingga dieksekusi dua kali dalam sehari. MESKI SAAT ITU SUDAH TANGGAL 4 NOVEMBER. Mungkin aku harus segera melaporkan kepada kepala desa, membuat akte kelahiran yang baru, dan menerangkan kalau hari kelahiranku ada dua, tanggal 3 dan 4 November. Dalam sehari itu, aku mandi lebih banyak dari biasanya. Aku mandi lebih lama dari biasanya. Aku sampoan lebih banyak dari biasanya. Aku sabunan lebih banyak dari biasanya.

Well, begitulah dua kisah ulang tahunku dalam dua tahun terakhir, Kawan. Terlepas dari kenyataan orang-orang yang ulang tahun selalu dianiaya, aku benar-banar bahagia memiliki mereka semua berada di sekitarku. Aku tahu, dengan keberadaan mereka, artinya mereka mencintaiku. Ya, cinta tidak selalu berupa pemberian bunga atau hal-hal romantis lainnya. Cinta juga berupa hantaman berbutir-butir telur di kepala dan badan, juga taburan tepung terigu. Cinta juga tentang hal-hal menyebalkan, yang anehnya, kita merasa bahagia pada saat bersamaan. Jika mereka tidak mencintaiku, atau lebih tepatnya, tidak peduli padaku, mereka tidak akan peduli pada ulang tahunku. Dan aku bersyukur dengan keberadaan mereka, meski mereka memiliki otak yang sedikit miring dan ide-ide berbahaya.

Well, tulisan ini sangat panjang. Aku mengucapkan terima kasih atas kesabaran kalian menuntaskan hingga akhir seperti ini, seperti kalian menuntaskan rindu.

Sampai bertemu di tulisanku selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar