Kamis, 19 Oktober 2017

Untuk Apa Aku Nulis?

Kemarin aku ngobrol sama seorang teman bloger. Aku tertarik sama aktivitasnya. Aku pikir, boleh juga nih kalau ngopi sambil sharing. Dan begitulah, akhirnya kami ngobrol di sebuah warung kopi di dekat pom bensin. Ada banyak manfaatnya kalau ngopi di dekat pom bensin. Misalnya, waktu aku lagi ngopi terus tiba-tiba pujaan hatiku datang sama pacarnya, aku bisa bunuh diri dengan cara mimum pertamax turbo. Enak. Ke akhiratnya dengan kecepatan penuh.



Temanku ini bloger sejati. Dari hasil ngeblog, dia udah ke mana-mana. Pengalamannya juga banyak. Berada di depan dia, aku merasa kerdil sekali. Aku adalah seorang amatir kelas bulu ayam, yang dipake buat ngorek-ngorek kuping.

Dari situ aku pengen belajar cara menjadi bloger sejati. Tujuan utamaku jelas, ke mana-mana grahtees. Seperti temanku itu. Sebagai seorang traveler super alami sejati, kalau ke mana-mana masih harus bayar, itu sama sekali tidak mencerminkan traveler super alami sejati. Karena yang alami adalah yang tidak perlu bayar. Karena itu, aku ingin cari tahu.

"Saranku, ngeblog," kata temenku itu.

Sebenarnya, aku sudah lama ngeblog. Sejak 2011 malah. Tapi, selama itu pula blogku tidak maju-maju. Pengunjung blogku segitu-segitu aja. Menyedihkan. Masih lebih ramai pom mini [baca: pertamini] di pinggir jalan. Mungkin aku perlu evaluasi biar blogku ramai dikunjungi.

Terus, aku merenung. Sebenarnya, blogku ini mau dibawa kemana? Ke pelaminan, jelas ga mungkin. Aku gak mungkin kawin sama blogku sendiri. Biarpun sampai sekarang aku belum bertemu dengan jodohku atau jodohku lagi dipinjem orang, kawin sama blog adalah refleksi sempurna dari putus asa. Dan aku tidak putus asa. Buktinya, aku masih nulis (lagi sekarang).

Lalu aku bertanya, untuk apa aku nulis?

Biasanya, blog ini tempat aku nyampah (dan mungkin karena sampah itu ga ada orang yang mengunjungi [baca: peduli]). Di blog ini, aku menulis pengalaman-pengalaman menarik, atau momen-momen langka. Belakangan, hidupku semakin membosankan, dan jarang sekali aku mengalami pengalaman menarik dan momen langka. Hidupku seperti burung yang terkurung. Dan mungkin tak harus selalu yang kutulis di sini pengalaman menarik. Bisa-bisa, setahun sekali aku baru bisa nulis di sini. Contoh sederhananya, ya tulisan ini, yang ditulis setelah setahun lebih seminggu. Waktu yang sangat lama bagi sebuah blog untuk mati suri. Padahal, pada waktu-waktu itu aku ga sibuk acaran, karena memang ga punya pacar. Curhat? Nggak. Cuma menyampaikan informasi kesehatan.

Kembali ke pertanyaan, untuk apa aku nulis (di sini)?

Pertama, dan yang paling sederhana, tentu untuk mencatat. Aku menulis karena ingin mencatat apa pun yang ingin kucatat. Ya pengalaman, ya isi pikiran. Entah itu tentang fenomena sekitar, atau tentang perasaan pribadi. Curhat? Nggak. Cuma menyampaikan informasi penerbangan.

Untuk fenomena sekitar, biasanya aku mencatatnya dalam sebuah cerpen. Tapi, mungkin ada baiknya juga kalau aku menuangkan apa isi pikiranku di sini. Karena memang, biasanya cerpen yang sudah aku tulis aku simpan sendiri. Sudah kukirim ke media-media, tapi cerpenku selalu hilang kabarnya, seperti pujaan hatiku yang juga hilang kabarnya. Curhat? Nggak. Cuma menyampaikan informasi kriminal.

Yang kedua, untuk berbagi kisah. Dengan menulis aku bisa menyampaikan kisah-kisah. Mungkin akan berbeda dengan cerpen. Di sini, aku terbiasa menceritakannya dengan lebih santai. Sekali lagi, kisah-kisah yang memang ingin kutulis, baik yang dialami orang, atau kisahku sendiri yang selalu mendapatkan ujian hidup dan asmara. Curhat? Nggak. Cuma menyampaikan informasi lalu lintas.

Masalah yang selalu terjadi bagi seorang penulis adalah konsistensi. Ini sering kali terjadi. Kalau hari ini aku semangat sekali nulis, besok-besok menyentuh keyboard saja rasanya ada setan yang berbisik, "Kalau kamu nyentuh keyboard itu, kamu bakal kena kanker payudara. Ngeri, Rip.".

Aku mencintai aktivitas menulis. Aku pernah mengalami masa di mana bila sehari aja aku ga nulis, aku bakal linglung. Barangkali, karena waktu itu aku konsisten menulis tiap malam. Setiap hari. Aku bahkan pernah bilang ke temanku karena mengajakku hangout malam-malam, "Kalian telah merampas waktu menulisku,". Setelah itu, pipi kanan dan kiriku dikecup, dan mereka bilang, "Jangan terlalu introvet. Ntar kamu nggak dapet jodoh."

Yep, masalah yang sering aku hadapi (akhir-akhir ini, dan khususnya untuk blog ini) adalah konsistensi. Seharusnya, kalau aku mencintai menulis, maka aku jangan berhenti menulis. Aku harusnya konsisten menulis di blog ini. Ya, nggak jauh beda lah sama aku mencintai dia. Karena aku mencintai dia, aku konsisten memantau keadaannya. Curhat? Nggak. Cuma menyampaikan informasi bea cukai.

Konsistensi penulis, biasanya (dan karena aku alami sendiri), karena moody. Mood-mood-an nulisnya. Nah, kata Agus Noor dalam sebuah tweetnya, atau tulisannya, atau apa gitu aku lupa, menulis itu jangan hanya bergantung pada mood. Harus konsisten, terjadwal. Kalau tergantung mood bisa bahaya. Misalnya, kalau kamu ga pernah mood nulis gara-gara kisah asmaramu berantakan, dan kamu ga move on-move on sampe tujuh tahun, ya kamu ga bakal nulis sampe tujuh tahun. Paling pool mungkin nulis status facebook,"Kamu tega ya ninggalin aku yang udah susah payah bikinin kamu facebook." Yep, kamu cuma akan nulis di medsos cuma buat nyindir pujaan hatimu yang ga jadi itu. Ada gunanya? Ada. Kamu bakal lebih kaya rasa...tentang betapa pedihnya kehilangan. Curhat? Nggak, begok. Ini aku lagi ngasik tahu.

Yang ketiga, untuk apa aku nulis? Seperti yang aku bilang di depan, biar aku bisa ke mana-mana hasil dari nulis. Dan grahtees. Biar aku menjadi traveler super alami sejati. Biar aku bisa membawa kamu keliling, ke tempat-tempat indah dan mencari kebahagiaan berdua. Ngimpi? Nggak. Aku percaya itu bakal jadi kenyataan. Karena itu yang aku percaya.

Curhat? Nggak. Cuma menyampaikan informasi dunia persilatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar