Sewaktu aku menikmati segelas cappucino dingin seorang
diri senja tadi, tiba-tiba aku kepikiran: Kenapa orang berkarya? Apa motivasi
orang menciptakan sebuah karya?
Well, ada banyak hal yang membuat seseorang
memutuskan menciptakan sebuah karya. Dari sekian banyak kemungkinan
faktor-faktor yang membuat seseorang berkarya, aku berpikir bahwa orang yang
memiliki misi kemanusiaan dalam karyanya adalah orang yang patut diberi tepuk
tangan. Misi kemanusiaan? Ya, dengan karyanya, dia ingin orang lain merasakan
’sesuatu’. Bisa berupa materi, moral, atau apa pun. Contoh sederhananya adalah,
buku-buku inspiratif seperti Laskar Pelangi—walaupun menurut kabar yang
beredar, novel Andrea Hirata yang mega best seller itu diserahkan oleh
temannya ke penerbit. Tapi, aku yakin si Ikal mengabadikan kisahnya ke dalam
sebuah kata-kata bertujuan untuk menginspirasi orang.
Itu dari buku. Dari film, tak perlu menonton film yang
memang bertemakan inspiratif. Film-film produk Marvel pun yang bertemakan
perang superhero memuat banyak hal-hal menakjubkan yang membuat penonton
menemukan ’sesuatu’ di dalamnya. Contohnya, persahabatan sedari kecil antara Steve
Rogers (Captain Amerika) dan Bucky Burnes. Mereka bahkan harus bertarung dengan
Iron Man yang tak lain sekutunya sendiri. Demi sahabat.
Orang-orang yang berada di balik layar itu pasti memikirkan
betul—membayangkan—apa kira-kira yang akan dirasakan penonton saat menikmati
cerita dalam film—atau buku. Mereka mungkin berpikir, setelah menonton film
atau membaca buku—dua karya yang amat dekat denganku—barangkali persepsi orang
akan suatu hal bisa berubah. Dan bisa saja, itulah misi mereka.
Aku sendiri penikmat buku, juga film. Meskipun aku selalu ’menyaring’
karya seperti apa yang ingin kunikmati, tapi karya-karya—biasanya sebuah film—membuatku
merenung. Ada hal yang kudapatkan dari sebuah cerita. Itu membuatku harus
memberi applause. Seseorang bisa saja termotivasi akan suatu hal karena
sebuah karya dari orang lain.
Tapi, tiba-tiba muncul pertanyaan lain di kepalaku: Apakah si
pencipta karya itu baik-baik saja? Apakah kehidupan semua pencipta karya itu fun,
menyenangkan, sebagaimana yang tercermin dalam karya mereka yang menginspirasi
itu? Apakah mereka mengarungi kehidupan seperti yang tercermin dalam karyanya?
Well, pertanyaan ini sulit kujawab. Bisa saja, di
balik karyanya yang spektakuler dan inspiratif, dia justru tengah mengalami
depresi dan stres berat. Banyak tokoh yang bisa dijadikan contoh. Chester
Bennington, misalnya. Lagu-lagunya sangat menginspirasi. Makna yang terkandung
dalam liriknya begitu dalam. Tapi siapa sangka, dia justru mengakhiri hidupnya sendiri?
Bahkan, itu dia lakukan setelah pulang dari berlibur bersama keluarga. Itu
hanya salah satu contoh.
Contoh lain, Heath Ledger, pemeran Joker dalam film Batman
”The Dark Night”. Akting aktor ini sungguh luar biasa. Menginspirasi? Maybe.
Tergantung dari sudut pandang mana kita mengambil ’sesuatu’ darinya. Soalnya,
dalam film itu dia berperan sebagai Joker, tokoh antagonis. Tapi, dia tetaplah
aktor yang ’memainkan sebuah karya’. Apa yang terjadi? Dia ditemukan tak
sadarkan diri di apartemennya, dan tak lama kemudian dinyatakan meninggal.
See, di sini kita tahu bahwa kehidupan si pencipta
karya tak selalu tercermin dari karyanya. Aku jadi berpikir, bahkan orang-orang
yang menciptakan karya inspiratif pun bisa kehilangan motivasi, dan amat
menyesakkan bila berakhir tragis. Artinya mungkin begini, dia menciptakan karya
bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk orang lain—seperti yang kubilang di
awal, misi kemanusiaan. Mereka peduli pada orang lain, dan bisa saja tak peduli
pada dirinya sendiri. Sebab, seinspiratif apa pun karya dia, tetap saja dia
juga memiliki masalah psikis dan mentalnya sendiri. Kemudian, karena stres dan
depresi, motivasi di dalam dirinya—padahal dia menginspirasi dan membuat orang
termotivasi—justru lenyap. Sebuah ironi memang.
Mungkin kita perlu belajar dari Cristiano Ronaldo, si
pemenang Ballon d’Or tahun ini. Pertama, dia sungguh menginspirasi orang
banyak. Kerja kerasnya tak terbantahkan. Bahkan, seseorang berkata begini:
talenta yang dimiliki Ronaldo jelas nggak sebesar Messi—pesaingnya. Tapi dia
bisa berdiri sejajar dengan Messi, si alien itu, karena kerja kerasnya. Dia
lebih pantas dapat pujian.
Dan hebatnya, Ronaldo tetap termotivasi untuk menjadi lebih
baik lagi. Dia bahkan berkata secara terang-terangan, ”Ketika bangun tidur,
saya masih termotivasi untuk berlatih, dan itu hal terbaik di dunia. Jujur saja,
situasi bisa berubah dengan cepat, dan motivasi dapat berubah.”
Ya, situasi bisa berubah dengan cepat, yang bisa saja
melenyapkan motivasi, yang bisa saja menghancurkan mental. Tapi, Ronaldo,
dengan tekad kuat—juga kerja kerasnya—terus menjaga motivasinya itu. Mentalnya benar-benar
sekuat baja. Dia bahkan sudah penuh motivasi sejak bangun tidur.
Lalu, apa kesimpulan tulisan ini? Well, kita harus
menyadari, bahwa apa yang kita lihat, apa yang kita nikmati, adalah sebuah
produk dari seseorang yang menciptakannya. Kita tak tahu bagaimana kondisi asli
penciptanya. Dari sepak bola, kita bisa melihat Ronaldo, atau Messi, atau
Neymar, memperlihatkan kepada kita permainan sepak bola yang indah, skill-skill
menawan. Tapi, sekali lagi, itu yang kita lihat. Neymar yang dikenal selalu
’menari-nari’ di atas lapangan saat menggocek bola dan membuat kita berdecak
kagum juga pernah menangis di sebuah konferensi pers setelah pelatihnya membela
dia supaya para jurnalis tak selalu menanyakan hal-hal yang membuatnya stres. Ya,
seorang Neymar juga merasakan hal-hal menyesakkan.
Sebab, setiap manusia, tak peduli dia seorang pencipta karya
yang menginspirasi, selalu memiliki masalah tersendiri pada mentalnya.
Oh iya, terakhir, karya-karya mereka juga merupakan hiburan.
Jadi, nikmatilah selagi mereka bisa berkarya. Dan doakan semoga mereka
baik-baik saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar