Senin, 01 Januari 2018

Tahun Baru: What's Next?

Ini tahun yang baru, atau sebenarnya tahun yang sudah tua. Atau keduanya, tahun yang baru yang juga sudah tua. Tergantung bagaimana kita memaknainya.

Semalam pesta kembang api pecah di mana-mana, di berbagai kota, di berbagai negara, di berbagai belahan dunia. Orang-orang bersorak-sorai menyambut tahun yang baru—yang juga semakin tua. Mereka meniup trompet, merekam momen dengan gadget, membakar jagung, ikan, sosis, dan segala hal yang nikmat dibakar kemudian di santap.

Jelas saja orang-orang bersuka ria. Sebab, momen ini setahun sekali. Mereka melewati malam pergantian tahun dengan segala macam kegiatan, yang jelas saja tak bisa disebutkan di sini.
Dan aku, aku melewatinya dengan berbaring di kamar, menatap layar televisi. Memang ada perasaan, ingin rasanya turun ke jalan, melihat keramaian orang-orang, melihat meriahnya pesta kembang api, cahaya-cahaya indah yang meledak di langit malam yang gelap. Tetapi belakangan bagiku momen-momen seperti ini bukanlah sesuatu yang penting. Karena itu, kuputuskan di kamar saja.

Pada pukul 23.45, aku menonton siaran televisi yang menayangkan bagaimana suasana malam tahun baru di berbagai kota. Raut orang-orang yang berkerumun di televisi itu, orang-orang menantikan detik-detik pergantian tahun, membuatku berpikir; bagaimana bila seandainya yang mereka tunggu itu detik-detik kiamat alih-alih tahun baru? Kutekankan, aku sama sekali tidak bermaksud meng… apa ya, memandang bahwa tahun baru adalah sesuatu yang tak pantas dirayakan. Aku sendiri, hanya karena tak ada teman yang mengajakku keluar, akhirnya kuputuskan melewati detik-detik pergantian tahun di kamar saja. Kalau pun ada teman yang mengajakku, misalnya pergi ke kebun, duduk di bawah bulan yang bersinar terang—pada malam pergantian tahun bulannya hampir bulat sempurna—sambil melihat kembang api di kejauhan. Itu pasti asyik sekali. Aku adalah tipe orang yang selalu ingin melakukan sesuatu dengan meriah. Tapi, karena aku melihat orang-orang begitu antusias menanti detik-detik pergantian tahun, aku membayangkan bagaimana bila yang mereka nantikan itu diganti dengan sesuatu yang mengerikan.

Bayangkan, orang-orang berkerumun di mana-mana, disiarkan oleh televisi, dan mereka menunggu detik-detik kiamat. Ini hanya dalam bayanganku saja, apakah mereka juga akan merekamnya dengan gadgetnya? Misalnya begini, seorang selebgram live di Instagram, merekam momen kiamat, ”Hallo, gaes, beberapa menit lagi kiamat nih. Aku siarkan secara langsung dari pinggir pantai. Kiamat di daerahmu gimana?” Waw, imajinasiku sungguh liar.

Oke, lanjut.

Biasanya, di akhir tahun orang-orang akan membuat resolusi untuk tahun berikutnya; apa yang ingin dia capai di tahun yang baru? Impian-impian apa yang diharapkan bisa tercapai tahun depan? Aku sendiri, aku tak tahu apa resolusiku untuk tahun baru ini. Mungkin yang paling gampang aku akan bilang bahwa aku ingin tahun ini naskah-naskah yang aku tulis selama ini bisa terbit menjadi buku-buku. Tapi, resolusi tentu butuh tindakan. Tidak bisa seseorang bila hanya beresolusi tapi tak ada usaha untuk mendapatkan apa yang sudah dia resolusikan. Resolusi yang dia gaungkan akan menjadi sesuatu yang tak ada gunanya. Hanyalah mimpi belaka.

Kalian tahu, mimpi dan impian adalah sesuatu yang berbeda. Mimpi akan dibiarkan begitu saja, dan seiring berjalannya waktu, orang akan lupa pada mimpinya. Yap, mimpi hanyalah mimpi. Sementara, impian harus dikejar. Impian harus dibarengi dengan action. Dan, ya, impian bisa saja berubah jadi mimpi bila tak ada action untuk mendapatkan apa yang menjadi impian kita.

Lalu, ada pula orang yang berkata seperti ini, ”Di tahun yang baru, kita harus menyertainya dengan semangat baru,”. Aku pikir, kita tak perlu menunggu selama setahun untuk memiliki semangat baru. Seharusnya kita sederhanakan saja, setiap hari kita harus hidup dengan semangat baru. Sebab dengan begitu, kita akan selalu bersemangat setiap hari. Misi kita, tentu saja, hari ini lebih baik dari hari kemarin. Aku pernah menulis di tulisanku yang sebelumnya (bisa dibaca di sini) , bahwa ada baiknya kita belajar dari Cristiano Ronaldo, orang yang selalu bersemangat, selalu termotivasi bahkan sejak ia bangun tidur. Tetapi setiap orang tentu memiliki karakter yang berbeda. Alangkah beruntungnya orang yang memiliki karakter sebagai mana Cristiano Ronaldo, yang selalu bekerja keras, pantang menyerah, bersemangat setiap hari, demi mencapai impiannya. Hasilnya, saat ini dia kaya raya luar biasa.

Meski begitu, kurasa hal-hal seperti itu—bekerja keras, selalu termotivasi, setiap hari hidup dengan semangat baru—bisa diciptakan di dalam diri sendiri. Itu tergantung bagaimana kita punya niat dan tekad. Itu tergantung bagaimana kita mengolah diri, membawanya menjadi orang yang terus bertarung tanpa kenal menyerah.

Sebab, bila impian kita tercapai, bukan hanya kita yang akan merasa bangga. Orang-orang terdekat kita juga akan tersenyum melihatnya.

Selamat tahun baru 2018. So, what's next?

5 komentar:

  1. Selamat tahun baru juga mas, karena propaganda perayaan tahun baru memang sengaja untuk menyambut kiamat. Agar manusia lupa untuk mempersiapkannya lebih matang. #eh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serem juga ya kalo kiamat itu disiarkan secara langsung 😂

      Hapus
  2. Siip Cong.. 🤓

    BalasHapus